Hansel & Gretel
Dahulu kala, di sebuah desa
yang berada di pinggir hutan yang gelap, hiduplah seorang Ibu dangan ketiga
anaknya. Seorang anak perempuan
kandung bernama Annabelle, dan dua orang anak tiri. Yang laki-laki bernama
Hansel dan yang perempuan bernama Gretel. Sehari-harinya mereka hidup miskin.
Bekerja di ladang untuk makan sehari-hari dan dijual ke pasar di desa.
Suatu hari, desa mereka dilanda kekeringan. Tanaman
sayur dan buah tidak tumbuh di ladang yang kering. Mereka juga tidak bisa
menyiram tanaman karena sumur di rumah mereka ikut kering.
Berminggu-minggu dilanda kekeringan, membuat sang ibu
tak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan hidupnya dan anak-anaknya.
Hingga pada suatu hari Annabelle memberitahu ibunya apa yang sudah ia
rencanakan untuk bertahan hidup.
Annabelle : (berbisik) “Begini, bagaimana kalau
kita buang Hansel dan Gretel ke hutan? Dengan begitu Ibu tidak usah berpikir
untuk member makan mereka.”
Ibu : (sangat kaget) “Apa
maksudmu? Kita tidak bisa meninggalkan mereka begitu saja!”
Annabelle : (berbisik dan menggeleng) “Tenang, bu.
Kita tidak akan meninggalkan mereka begitu saja. Sebelumnnya kita berpura-pura
akan pergi piknik di hutan sambil membawa sedikit makanan. Tapi bukan untuk
kita, bu. Lalu bilang kita akan berpura-pura mengambil hasil hutan untuk di
bawa pulang. Saat itu lah kita akan meninggalkan mereka dengan makanan.”
Ibu : (sangat khawatir dan hampir
menangis) “Bagaimana kalau mereka dimakan hewan buas saat kita meninggalkan
mereka?”
Annabelle : (berbisik dan tersenyum) “Tenanglah,
Ibu. Mereka anak yang kuat. Mereka pasti bisa bertahan hidup di hutan.”
Setelah berpikir dengan amat sangat keras dan lama
sekali, dengan enggan sang ibu menyetujui rencana putri kandungnya. Sayangnya
bukan hanya Annabelle dan Ibunya yang mengetahui rencananya. Hansel dan Gretel
pun tahu.
Setelah mendengar
percakapan antara Annabelle dan Ibunya, Hansel dan Gretel pun kembali ke kamar. Gretel terduduk di kursinya sambil terisak dan
berbicara pada Hansel.
Gretel : (terisak) “Aku tidak menyangka
mereka akan membuang kita.”
Hansel : (diam menatap lantai)
Gretel : (terisak) “Apa kita bisa
bertahan hidup di hutan yang gelap itu, Hansel?”
Hansel : (diam menatap keluar jendela)
Gretel : (kesal) “Hansel!”
Di luar jendela kamarnya, Hansel melihat banyak batu
berwarna putih yang bercahaya terkena sinar bulan. Dan itu memberinya ide.
Hansel : (berlari ke pintu sambil
tersenyum) “Tenang saja, Gretel. Kita akan selamat!”
Gretel : (bingung) “Mau kemana kau,
Hansel?”
Hansel : “Tunggu di sini, aku akan
kembali.”
Sampai di depan jendela kamarnya, Hansel langsung
memungut banyak sekali batu. Sampai memenuhhi kantong celananya. Setelah itu ia
kembali masuk ke kamarnya dan melihat Gretel sudah terlelap.
Keesokan harinya, sang Ibu menyiapkan makanan dan dimasukkan ke keranjang
piknik. Lalu ia
membangunkan Hansel dan Gretel. Memakaikan mereka baju hangat dan topi, serta
kaus kaki dan sarung tangan.
Ibu : “Pakailah ini, mungkin di
sana dingin.”
Gretel : (bingung) “Ibu, sekarang ‘kan
musim panas.”
Ibu : (wajah sedih) “Iya, Ibu
tahu.”
Mereka berempat berjalan menyusuri
jalan setapak di hutan. Annabelle dan Gretel berjalan di samping Ibu mereka.
Sedangkan Hansel di belakangnya sambil membuang batu sepanjang jalan.
Annabelle : (kesal) “Cepatlah, Hansel. Jangan
tertinggal!”
Hansel : (melempar batu di belakang)
“Memang kita mau piknik dimana, bu?”
Annabelle : (kesal) “Di hutan tentu saja!”
Hansel : (membuang muka) “Aku ‘kan bertanya
pada ibu.”
Ketika menemukan tanah yang luas
untuk duduk, sang ibu memutuskan tempat ini cukup aman untuk meninggalkan
Hansel dan Gretel. Ia membuka perbekalannya dan memberikan masing-masing
anaknya sebuah roti.
Ibu : (mendesah) “Tunggu di sini,
ya.”
Annabelle : (mengikuti ibu)
Gretel : (takut) “I, Ibu mau kemana?”
Ibu : (tersenyum sedih) “Ibu hanya
mencari ranting kering sebentar.”
Dan Sang Ibu bersama Annabelle pun menghilang
di hutan yang gelap.
Langit
mulai gelap.
Sinar matahari yang hangat pun berganti menjadi bulan yang dingin dan gelap.
Suara penghuni hutan yang indah berganti menjadi suara yang mengerikan. Hansel
membuat api unggun sendirian, sedangkan Gretel meringkuk bergetar ketakutan.
Hansel : “Kemarilah, Gretel. Di sini
hangat.”
Gretel : (ketakutan dan menangis)
“Hansel, ibu benar-benar membuang kita. Bagaimana ini?”
Hansel : (tersenyum) “Tenanglah, Gretel.
Bukan ibu yang membuang kita. Kau ingat ‘kan siapa yang punya rencana ini?
Lagipula kita akan selamat. Kita hanya harus menunggu lebih malam lagi.”
Gretel : (bingung) “Lebih malam lagi?”
Hansel : (mengangguk) “Lebih malam lagi!”
Tak lama,
Hansel berseru gembira pada saudarinya.
Hansel : (berteriak menunjuk jalan setapak)
“Gretel, ayo lihat! Ayo lihat!”
Gretel : (kaget) “Ada apa? Kenapa
jalannya bercahaya?”
Hansel : (tersenyum bangga) “Batunya
bercahaya. Inilah yang kutunggu sedari tadi. Sekarang kita bisa pulang dengan
mengikuti cahaya batu ini.”
Lalu bersama-sama, mereka mengikuti
cahaya dari batu menuju rumah. Di sepanjang jalan, Hansel memunguti batunya
untuk berjaga-jaga. Dan tiba di rumah, sang ibu menangis terisak ketika melihat
Hansel dan Gretel kembali ke rumah. Dalam hati ia berjanji tidak akan
melakukanya lagi. Sedangkan Annabelle berdiri di samping ibunya. Merasa kesal
karena rencananya gagal. Karena itu, sekarang ia punya rencana baru.
Annabelle : (menggerutu) “Kalau ibu tidak bisa
membawa mereka, aku yang akan melakukannya.”
Keesokan
paginya, Annabelle membangunkan kedua adik tirinya. Hansel dan Gretel
kebingungan. Tapi Annabelle sudah punya rencana. Dan kali ini dia tidak boleh
gagal.
Annabelle : “Hari ini kita akan membantu ibu
mencari buah-buahan dan kacang-kacangan di hutan. Kalian tahu ‘kan kebun kita
tidak menghasilkan apa-apa?”
Hansel : (bingung) “Entahlah, kebun kita
hanya beristirahat, kurasa.”
Annabelle : (kesal) “Kau, Gretel! Bagaimana? Kau
mau menbantu Ibu, ‘kan? Kau tidak ingin Ibu kesusahan, ‘kan?”
Gretel : (menggeleng sedih) “Tentu
tidak.”
Annabelle : “Bagus, ayo pergi.”
Dan tanpa sepengatahuan sang Ibu,
Annabelle membawa pergi kedua adiknya pagi-pagi sekali.
Hansel sudah menduga akan ada
hal-hal seperti ini terjadi. Makanya ia sudah berjaga-jaga selalu membawa
batunya. Dan sambil berjalan memasuki hutan, ia membuang satu per satu batunya
di belakang dengan jarak dua langkah kakinya.
Sesaat sebelum tengah hari,
Annabelle mengira mereka sudah berjalan cukup jauh, dan ia berpikir untuk mulai
keluar dari jalan setapak dan masuk lebih dalam.
Annabelle : “Nah, mulailah mencari buah-buahan dan
kacang-kacangan. Hati-hati dengan beri beracun!”
Gretel : (mencari Hansel) “Hansel! Kau
sedang apa?”
Hansel : (berbisik) “Mencari batu yang
putih dan bercahaya seperti kemarin malam, kalau-kalau kita ditinggal lagi.”
Gretel : “Oh, berhati-hatilah, Hansel.
Jangan terlalu jauh. Aku tidak suka sendirian.”
Hansel : (mengangguk)
Annabelle : (berteriak) “Hei! Cepat!”
Selagi Hansel dan Gretel sibuk
dengan kegiatan masing-masing, Annabelle menjauh. Dan setelah berada cukup jauh
dan tidak terlihat, Annabelle kabur keluar hutan sambil tersenum lebar.
Gretel yang sudah mengambil banyak
buah-buahan dan kacang-kacangan, langsung mencari Hansel.
Gretel : (meletakkan keranjang dan
berteriak) “Hansel! Annabelle menghilang! Dia meninggalkan kita!”
Hansel : (menghampiri Gretel) “Tenanglah.
Aku sudah membuat jejak dengan batu.” (melihat keranjang) “Wah, kau
mengumpulkan banyak sekali buah.”
Gretel : “Ya, di sini banyak sekali buah.
Apa kau lapar?”
Sekali lagi, Hansel membuat api
unggun. Dan bersama-sama, mereka memenuhi perut dengan makanan yang di dapat
Gretel.
Gretel : “Makanan kita masih cukup untuk
malam nanti. Jadi, kita tetap menunggu di sini?”
Hansel : “Memang apa yang bisa kita
lakukan?”
Gretel : “Entahlah, tapi aku tidak suka
disini.”
Hansel : “Kalau begitu kita berjalan-jalan
saja. Siapa tahu kita menemukan sungai atau danau. Aku haus.”
Dan
pergilah mereka, masuk ke dalam hutan.
Hansel : (membuang batu ke belakang) “Gretel,
kita tidak bisa pergi terlalu jauh. Nanti kita tersesat.”
Gretel : “Tentu tidak. Aku sudah
mendengar suara air. Pasti didekat sini.”
Benar saja, tidak jauh dari tempat
mereka mengambil buah dan membuat jejak, terdapat aliran sungai kecil yang
jernih.
Hansel : (gembira) “Yei!” (meminum air
sungai)
Gretel : “Benarkan dugaanku.” (melihat
Hansel) “Pelan-pelan, Hansel.”
Gretel ikut minum bersama Hansel. Ia
mengisi tempat minumnya dengan air. Lalu ia melihat banyak lagi buah-buahan
yang bisa diambil dan mulai memetiknya.
Mereka kembali ke tempat Hansel
membuat api unggun. Apinya sudah padam. Dan Hansel membuat api lagi. Malam itu
mereka makan banyak sekali. Mereka salng mendekatkan diri ke api agar hangat.
Hingga mereka hampir tertidur.
Gretel : (kaget) “Hansel! Kita tidak
boleh tertidur!”
Hansel : (menguap) “Tapi, Gretel. Aku
mengantuk.”
Gretel : “Hansel, bangunlah. Lebih baik
kita berjalan pulang. Batumu harus menunjukkan jalan pulang pada kita.”
Hansel : (mengantuk) “Hmm, begitukah?
Baiklah…”
Dan mereka pun berjalan menyusuri
jalan setapak—lagi. Tapi, Hansel dan Gretel tidak melihat satu pun cahaya bulan
yang di pantulkan batu.
Hansel : (bingung) “Ah! Kenapa gelap
sekali?”
Gretel : (bingung) “Tidak ada satupun
batumu yang bercahaya, Hansel.”
Hansel : (panic dan melihat sekeliling)
“Kau benar.” (meraba jalan) “Kurasa karena batunya hilang!”
Gretel : (menahan tangis) “La, lalu
bagaimana?”
Hansel : “Aku tidak tahu.”
Tiba-tiba, mereka melihat satu
cahaya dari batu Hansel di jalan setapak. Saat Hansel mencoba mengambil batu
itu, seekor burung gagak berhasil terlebih dahulu mengambilnya.
Hansel : (kesal) “Apa?! Jadi batuku dicuri
burung gagak?!”
Gretel : “Mereka melihat batumu
bercahaya.”
Hansel : “Berarti kita harus bermalam di
hutan, Gretel.”
Gretel : (ragu) “Ba, baiklah…”
Sebelm tidur,—untuk kesekian
kalinya—Hansel membuat api unggun. Tapi kali ini, ia membuatnya lebih kecil.
Dan sekali lagi, mereka makan sedikit makanan yang ada.
Hansel : (menguap) “Aku mengantuk sekali.”
Gretel : (menguap) “Aku juga.”
Hansel : “Kalau begitu selamat tidur,
Gretel.”
Gretel : “Ya, selamat tidur juga,
Hansel.”
Hansel dan Gretel terkejut saat mereka terbangun di
kasur yang empuk. Dan mereka mencium aroma kue yang dipanggang. Gretel
juga mendengar suara yang sedang bersenandung.
Gretel : (berbisik) “Hansel! Bangunlah!”
Hansel : (menguap) “Ada apa, Gretel?”
(kaget) “Wangi apa ini?”
Gretel : (kesal) “Hansel! Kau tahu di
mana kita?”
Hansel : (sadar) “Ah! Kau benar! Lebih baik
kita cepat pergi!”
Mereka mengendap-endap keluar dari
rumah itu. Mereka kaget melihat halaman depan rumah.
Hansel : (menyentuh pagar) “Apakah ini
cokelat?” (menyentuh dinding) “Jangan bilang, ini kue cokelat?”
Gretel : (menyentuh jendela) “Dan ini
gula?” (menjilat tangannya) “Manis sekali.”
Ketika mereka asik mengunyah pagar,
menjilati jendela, dan menggenggam kue di tangan yang satunya lagi, Seseorang
berteriak dari dalam rumah.
Pembuat
Kue : “Hei, siapa yanga memakan
rumahku?!!!”
Hansel : (berhenti menyunyah) “Tidak ada.”
Gretel : “Benar, hanya angin.”
Lalu mereka melanjutkan mengunyah,
menjilat, dan menggenggam. Dan lagi-lagi seseorang berteriak. Kali ini ia
mendatangi Hansel dan Gretel.
Pembuat
Kue : “Hei! Jangan makan rumahku!”
Hansel dan Gretel menyebunyikan kue
yang mereka genggam di belakang badan. Seketika itu juga Si Pembuat Kue
tersenyum.
Pembuat
Kue : “Hei, apa kalian lapar?”
Mereka
mengangguk.
Pembuat
Kue : “Kalau begitu jangan makan
rumahku! Lebih baik kalian masuk.”
Hansel dan Gretel masuk. Mereka melihat meja
yang penuh dengan makanan. Ada roti panggang dan telur mata sapi dan daging
asap dan susu dan selai dan mentega. Dan taplak meja disusun rapi, serta lilin
dan bunga. Si Pembuat Kue menyuruh mereka mencuci tangan dan membersihkan tubuh
sebelum makan.
Pembuat
Kue : “Siapa nama kalian?”
Hansel : (menunjuk diri sendiri) “Namaku
Hansel.” (menunjuk Gretel) “Dan ini adikku, Gretel.”
Pembuat
Kue : “Ah, ayo duduk dan makanlah.”
Hansel dan Gretel makan dengan
lahap. Mereka menyukai tempat itu dan berpikir untuk tinggal disana sementara.
Si Pembuat Kue sangat baik. Ia membiarkan mereka makan kue seharian, selain
rumahnya—tentu saja.
Berminggu-minggu Hansel dan Gretel
hidup bersama Si Pembuat Kue. Mereka menjadi gemuk dan malas. Sampai Hansel pun
terlalu malas untuk mencari adiknya yang di kurung Si Pembuat Kue di kandang
kambing.
Tidak lama, Si Pembuat Kue
memasukkan Hansel untuk memeriksa oven.
Pembuat
Kue : “Hansel, periksalah oven untuk
adikmu. Bilang padaku kalau ovennya sudah cukup panas.”
Hansel : “Bagaimana kalau sudah panas?”
Pembuat
Kue : (kesal) “Tubuhmu akan terbakar dan
mengeluarkan harum daging yang dipanggang.”
Hansel pun mengerti. Si Pembuat Kue
meninggalkannya di dalam oven yang menyala. Saat menunngu, Hansel mencium harum
daging panggang.
Hansel : (mengendus) “Oh, aku terbakar! Dan
tubuhku tercium seperti daging sapi panggang.”
Dan
ternyata…
Hansel : (merogoh kantong) “Oh, ternyata
daging yang kusimpan di kantong. Wanginya enak sekali.” (memakan daging)
Pembuat
Kue : (mencium harum daging) “Apakah
ovennya sudah panas?”
Hansel : (mengunyah sambil menggeleng)
Pembuat
Kue : (mendesah) “Baiklah.” (pergi)
Hansel : (menggerutu) “Harusnya tadi
kubilang ‘sudah’. Tapi, ya sudahlah…”
Setelah mengahabiskan makanannya,
lagi-lagi Hansel mencium aroma daging panggang. Begitu juga Si Pembuat Kue.
Hansel : (mengendus) “Oh, aku terbakar! Dan
tubuhku tercium seperti bebek panggang.”
Dan
ternyata…
Hansel : (merogoh kantong yang lain) “Oh,
ternyata daging yang kusimpan di kantong. Wanginya enak sekali.” (memakan
daging)
Pembuat
Kue : (mencium harum daging) “Apakah
sekarang ovennya sudah panas?”
Hansel : (mengunyah sambil menggeleng)
Pembuat
Kue : (mendesah) “Aneh.” (pergi)
Hansel : (menggerutu) “Harusnya tadi
kubilang ‘sudah’. Tapi, ya sudahlah…”
Setelah mengahabiskan makanannya,
sekarang Hansel baru merasakan kulitnya panas terbakar. Dengan senyum yang
lebar, Si Pembuat Kue menghampiri.
Hansel : (mengendus) “Oh, aku terbakar!”
(mengendusi tubuhnya) “Dan wanginya enak!”
Pembuat
Kue : (mencium harum daging) “Kalau
sekarang pasti sudah panas.”
Tapi lagi-lagi Hansel menggeleng.
Pembuat
Kue : (kesal) “Apa? Masa belum panas
juga?!”
Ia masuk ke dalam oven untuk
memeriksanya. Saat ia berada di dalam oven, Hansel mengendap keluar dan menutup
pintu oven.
Si Pembuat Kue berteriak.
Pembuat
Kue : “Hansel! Keluarkan aku! Kumohon,
maafkan aku!”
Hansel : “Hmm, bagaimana ya…? Kurasa ini
untuk anak-anak lain yang sudah menjadi korbanmu.”
Hansel
meningalkan Si Pembuat Kue yang berteriak di dalam oven dan kabur bersama
adiknya, Gretel. Sekarang mereka mencari cara agar mereka bisa pulang.
Tapi sebelum pulang, mereka mencari keranjang buah yang dulu digunakan Gretel
untuk buah-buahan dan kacang-kacangan, dan mengisinya dengan makan dan kue.
Gretel : “Jadi, kau tahu bagaimana
caranya pulang?”
Hansel : “Tentu saja. Ingat bagaimana
burung gagak mengambil batu di jalan? Kita akan mengikuti mereka.”
Gretel : “Kenapa?”
Hansel : “Karena di halaman rumah kita
banyak batu putih itu.”
Akhirnya saat senja datang, mereka
melihat banyak burung gagak terbang di langit. Mereka mengikuti burung-burung
itu. Dan benar tebakan Hansel. Burang gagak itu pergi ke rumah mereka dan
memunguti batu-batu putih itu. Hansel dan Gretel berlarian menghambur ke
halaman rumahnya. Sang ibu melihat kedua anaknya kembali. Ia langsung membuka
pintu dan memeluk mereka. Dan bersama-sama mereka—serta Annabelle—bekerja untuk
bertahan hidup.
THE END
--------------------------------------------------------------------------------
Sumber inspirasi
:
Adik-adik
kecilku,
(yang membaca
cerita Hansel & Gretel berulang kali sampai bukuku lecek nggak karuan, haduh)
Adam Gidwitz,
(penulis yang “amazing”
entah bagaimana cara kerja otaknya, hahaha)
Grimm Bersaudara,
(para tetua di
dunia dongeng Hansel & Gretel, aku padamu, HAHAHA)
dan
Imajinasi super
anehku yang tak dapat dihentikan,
(sebagai orang
yang berada di bawah sang amatir, nggak nyangka bakalan selesai sekitar 10
halaman dalam waktu 3 atau 4 jam. mepet banget deh pokoknya, aku nggak ingat. apalagi
soal burung gagak, ya ampun)
Hahaha! Kebanyakan
improve. Menggabungkan cerita Grimm Bersaudara versi jaringan network dan cerita
versi tuan Adam Gidwitz, aku suka mereka semua. Kapan-kapan aku juga ingin
punya buku seperti mereka. Yah, dengan cerita lain, tentu saja.
Entahlah,
rasanya aku bisa mendengar semua pikiran teman-temanku, “Hansel & Gretel kan
cerita yang membosankan. Cuma ada rumah kecil, hutan, anak miskin, dan kue.” Begitulah, padahal saya nggak bisa denger apapun yang mereka pikirin.
Karena memang anak seumur mereka harusnya menyukai cerita cinta dan bergalau
ria, menyedihkan. Bukannya aku tidak suka, tapi saat melihat tatapan mereka,
rasanya aku ingin bilang apa mereka bisa membuat cerita yang sama menariknya
dengan cerita yang tuan-tuan tadi—yang tersebut di atas—buat? Makanya, aku
senang sekali saat kedua adik-adikku menyukai cerita Hansel & Gretel. Tapi,
mungkin anak-anak kecil hanya tertarik pada rumah kuenya. Aku sendiri memang
tertarik dengan rumah kuenya. Hahaha.
Saat tadi aku bilang
ingin punya buku seperti mereka, aku sungguh-sungguh. Entah kapan, aku akan
membuatnya dan menerbitkannya. Meskipun ceritaku takkan seindah cara mereka
menceritakan dongeng-dongeng itu, akuu tidak akan menyerah. Yah, tapi
sepertinya nggak akan ada nuansa dua anak yang berkelana di hutan. Hng,
sepertinya akan jadi seperti… yah, kau tahulah, namanya juga anak remaja.
Terakhir, yang
baca komen, ya~ J thanks!