AUTHOR PoV
“Tumben lo nggak sama Harry. Kemana dia?”
tanya Vita.
“Sa, mata lo kok merah?” tanya Dea pelan.
“Abis nangis ya?”
“Nggak kok, sok tau ih!”
“Masa berantem sama Harry.”
“Nggak lah...” jawab gue. “Tapi...”
Akhirnya Risa
menceritakan semuanya.
“EH?!” teriak Dea dan Vita bersamaan.
“Hush! Berisik banget sih!”
“Terus dia marah sama
lo dan ninggalin lo gitu aja kayak hari ini? Kenapa dia yang marah?”
“Bukan, lo tuh terlalu
berusaha bersikap tenang.” jelas Vita. “Kalo lo sayang sama dia, harusnya lo panik,
harusnya lo sedih…”
“Ya gue juga nggak mau
kali. Tapi itu ‘kan keputusan orangtuanya.”
“Percuma lo bilang
gitu ke kita. Lo harus bilang langsung sama dia. Dia maunya lo punya perasaan
nggak mau kehilangan dia.”
“Udah heh, anak orang
nangis ini ntar.” sela Dea begitu liat mata Risa udah berkaca-kaca.
HARRY PoV
“Selamat pagi.” sapa
ayah ke kenalannya. Gue ikut nyapa dengan tampang datar. Gue cuma mau nunjukin
ke mereka semua kalo gue nggak minat sama kegiatan kayak gini.
Sial! Risa, tolong
gue…
Nggak lama, setelah
bercakap-cakap, temen ayah manggil anaknya yang mau dijodohin sama gue. Mereka
maksa banget deh, nggak liat apa muka gue udah nggak mau gini? Dia akhirnya
masuk ke ruangan sambil membungkuk dan mengucapkan salam. Berlaga seakan dia
orang jepang atau korea atau cina, ya terserah lo deh.
“Ayo dong kalian
kenalan.” ujar temen ayah tiba-tiba.
“Hmm, namaku Mia.”
ucapnya sambil senyum. Manis, sih… eh?
“Harry.” Sekian.
“Harry, kamu jangan
dingin begitu dong. Sana kalian jalan-jalan aja.” kata ayah memukul lenganku
pelan. “Dia suka malu-malu gitu anaknya.” Sambungnya pada temannya.
PLEASE DEH, GUE NGGAK
MALU-MALU! GUE ITU NGGAK MAU BUKAN MALU-MALU!
Meskipun itu cuma
teriakan dalem hati gue, berasa banget capeknya. Napas gue sesak…
“Eh, asal lo tau ya.
Gue nerima perjodohan ini cuma buat nyenengin orangtua gue.” jelas gue di dalem
mobil. Ya, gue memutuskan untuk pergi dari ruangan itu. Tapi syaratnya gue
harus ngajak Mia. Sial.
“Gitu, ya? Lo pasti
ngomong kayak gitu karena udah punya pacar.”
“Iya.”
“Terus lo putusin dia,
dong?”
YA NGGAK LAH!!! “Nggak
berniat mutusin, kok.”
Seketika itu juga dia
diem. Puas lo?
“Mudah-mudahan cepet
lo putusin deh pacar lo.” katanya pelan, pelan banget.
Tapi… lo kira gue
nggak denger, apa?! “Maksud lo apa?”
“Kita ‘kan udah
dipasangin. Jadi nggak boleh punya pasangan lagi.”
“Gue ‘kan nggak suka
sama lo.”
“Bukan nggak, tapi
belum. Kita ‘kan baru ketemu. Cinta tuh butuh proses, Har.”
RISA PoV
Sms nggak ya? Sms
nggak ya? SMS NGGAK YA?!
‘Harry kemana? Kok
tadi nggak jemput gue?’ Jangan gitu…
‘Harry? Lo marah sama
gue?’ jangan… ntar malah marah beneran…
‘Harry? Kenapa tadi lo
nggak masuk?’ Ini paling aman, tapi kesannya seakan nggak ada hal aneh yang
terjadi…
To: Harry
Halo? Ada orang kah?
DRRRT~
From: Harry
What? Kangen ya sama gue?
Hahaha
Ih, dasar, haha.
Jangan bikin gue bingung dong…
To: Harry
Apa itu kangen? Hehe…
Tadi lo kemana?
From: Harry
Gitu, ya… nggak kangen, ya… liat aja lo!
Tadi? Keppo, ah~ :p
To: Harry
Pasti ketemuan sama calon, ya?
Selamat, ya…
DEG!
From: Harry
Sa, lo seriusan ngomong gitu? Lo mau kita
bubaran?
To: Harry
Nggak lah… tapi lo nerima perjodohannya ‘kan?
HARRY PoV
Bener juga. Bukan
salah Risa juga kalo gue sama dia bubaran. Berhubung gue sendiri yang nggak
nolak perjodohannya. Nggak bisa nolak, lebih tepatnya. Kok gue bego, sih?
Dan bodohnya sekarang
gue kepikiran kata-katanya Mia. Cinta butuh proses. Antara takut dan panik,
juga nggak mau percaya. Gue takut kalo nantinya gue beneran suka sama Mia. Gue
panik kalo sampe gue nggak suka lagi sama Risa, dan malah nyakitin dia.
Terakhir, gue nggak mau percaya sama dua hal barusan yang kemungkinan besar
akan terjadi. Masalahnya, siapa yang tau apa yang akan terjadi nantinya?
To: Risa
Maaf, ya…
Tapi gue belom mau bubaran! Jangan mutusin
sendiri!
DRRRT~
From: Risa
Eh? Sampe kapan ya kira-kira gue masih bisa
sama lo…?
Meskipun gue mau selamanya, tapi nggak bisa,
ya... Haha ^_^
--(to be continued)--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar