RISA PoV
BRUGH!
“Nih, bawain tas gue ke kelas.”
“Eh?” Manusia itu, Harry,
melempar tasnya. TEPAT KE MUKA GUE! Sakit…
“Udah, bawain aja, gue mau
bolos!”
Ya udah, sebenernya bukannya gue
mau nolak perintah dia. Entah kenapa, gue selalu nurutin perintah dia. Gue
nggak bisa nolak. Tau kenapa?
Karena gue suka sama dia.
Ya, seandainya aja dia tau.
“Oi, Risa!”
“Ya?” sahut gue sambil nengok ke
sumber suara.
“Lo tuh ya… jangan bengong di
jalan!” tukas Dea. “Mikirin apa, sih?”
“Nggak mikirin apa-apa, kok!
Jangan sok tau!”
“Pasti abis seneng, ya?”
“Hah?”
“Ketemu Harry ‘kan tadi?”
tanyanya. Kok dia tau?!
“Tau dari mana lo?!”
“Ya terus lo megangin tas siapa
lagi emangnya?”
Yap, gue langsung sadar. Dan
seketika itu juga gue ngejatohin tas Harry. Gue panik luar biasa.
“Ini…”
Dea mendesah. “Lo kok mau sih?
Selalu aja gitu. Apapun yang dia suruh ke lo, pasti lo kerjain.” Ia mengambil
tas Harry yang jatuh. “Nih!” ujarnya sambil ngasih tas Harry ke gue.
“Nggak tau…”
“Risa. Lo ‘kan suka sama dia. Lo
‘kan maunya jadi PACAR dia. Bukan PEMBANTU!” kata Dea dengan menekankan kata
‘PACAR’ dan ‘PEMBANTU’. “Stop! Lo harus bisa nolak perintah dia!”
“Tapi…”
“Udah ah, susah ngasih tau lo.
Terserah.”
“Dea, jangan marah…”
“Nggak. Udah, ayo ke kelas!”
HARRY PoV
Sumpah, demi apapun, begitu
sampai sekolah kepala gue sakit. Masa gue phobia sekolahan? Lebay aja. Tapi
beneran deh, gue bener-bener nggak kepengen masuk kelas. Gimana dong?
Ah, ada Risa. Kebetulan!
BRUGH!
“Nih, bawain tas gue ke kelas.”
Gue ngelempar tas gue ke… muka
dia. Sorry! Sumpah, nggak sengaja. Gimana minta maafnya, ya?
“Eh?”
Hah, selalu aja gitu reaksinya.
SELALU!
“Udah, bawain aja. Gue mau
bolos!” Ya, pada akhirnya itulah kata yang keluar dari mulut gue. Abis itu gue
pergi ninggalin dia. Gue kesel. Masalahnya…
DIA ITU ANEH!
Pertama gue ketemu dia, gue tau.
Dia itu pasti tipikal cewek-cewek jaim, sok pinter, dan sebagainya. Dan yang
pasti tipikal cewek macam gitu tuh pasti nggak mau berurusan sama tipikal cowok
trouble maker kayak gue. Gw sih nggak peduli sama mereka. Tapi, si Risa ini
aneh.
Kalo lo ngeliat gue sama dia
sebagai temen sekelas. Lo salah. Karena lebih tepatnya kita itu kayak majikan
dan pembantu. Gue sendiri bingung. Kenapa sih dia selalu nurutin semua perintah
gue? Gue kan jadi keasikan nyuruh-nyuruh dia.
--(to be continued)--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar