Sabtu, 11 Mei 2013

I Want You To Cry For Me (part 3)


AUTHOR PoV

Seminggu berlalu sejak pertemuan Harry dengan Mia. Dan pagi ini di sekolah, Harry panik seketika.
“Anak-anak, kenalin ya, ini murid baru.”
‘Tuhan, sampai kapan kau akan menguji hati ini?’ batin Harry. Rasanya dia ingin menggebrak meja. Dia merasa orangtuanya sudah keterlaluan.
“Kenalkan, nama saya Mia.”
Risa memperhatikan murid baru itu dengan seksama. ‘Kenapa cewek itu merhatiin Harry terus?’ tanyanya dalem hati. ‘Dia kenal sama Harry? Harry kenal sama dia?’
“Kok dia merhatiin Harry terus, ya? Senyum-senyum gitu lagi.” bisik Vita.
“Jangan-jangan calonnya Harry… Hayoloooh…” ledek Dea.
Ya, mereka nggak tau kalo sebenernya itu emang calonnya Harry. Sampai pas jam istirahat…
“Sa, ke kantin yuk.” ajak Harry. Yang diikuti oleh anggukan setuju oleh Risa.
“Kita nggak di ajak?” tanya Vita. “Gitu ya…”
“Ya udah, tinggal ngikut aja… suka ribet gitu…” balas Harry. Intinya Harry udah nggak mau ada di kelas. Bukan, dia nggak mau satu ruangan sama Mia.
“Harry gue ikut dong.”
‘SPEAK OF THE DEVIL!’ batin Harry kesal.

RISA PoV

“Nggak ada!”
“Harry, jangan kasar gitu.”
“Udah ah, yuk!” tukas Harry sambil narik tangan gue dan ninggalin Mia. Moodnya jelek banget hari ini…
“Kenapa sih, Har?” tanya gue.
“Nggak apa-apa. Risa, janji ya jangan pernah ngobrol sama Mia.”
“Eh? Emang kenapa?”
Harry cuma mendesah. “Maaf ya, Sa…” jawab Harry.
Selama di kantin Harry diem aja. Entah dia lagi mikir atau nahan amarah atau gimana, gue nggak tau. Kedua temen gue juga heran ngeliat dia. Suasana diantara kami pun jadi super canggung.
“Kayaknya ini mesti kalian omongin berdua… kita nggak bisa ganggu.”
“Bener, jadi kita ke kelas duluan ya…”
Bisa banget mereka berdua…

HARRY PoV

“Gue belom mau putus!”
“Eh, yakin? Apa nanti orang tua Mia nggak marah?”
“Biar! Mereka seenaknya banget!”
“Harry… jangan maksain. Kenapa nggak dicoba aja? Siapa tau lo cocok sama Mia?”
“Maksud lo apaan sih?! Dari kemaren kayak gitu! Gue tau lo emang mandiri, lo pasti bisa tanpa gue! TAPI GUE NGGAK BISA!”
Dia nggak jawab apa-apa, cuma senyumnya bikin sakit. Ya ampun… dia masih aja senyum padahal keadaannya begini. Padahal kalo mau nangis sih nangis aja.
Padahal gue cuma mau dia lebih terbuka sama gue. Jangan nyembunyiin perasaanya sendiri.

RISA PoV

Gue senyum, bukan senyum bahagia sih, tapi gue nggak suka keliatan lemah. Apalagi di depan orang yang gue suka. Masalahnya, ngamukpun nggak ada gunanya. Nangis? Gue udah terlalu capek buat nangis…
Dia kira gue bisa mandiri. Kalo gue bisapun, gue nggak akan butuh dua temen yang selalu ada sama gue. Dan buat apa gue mau jadian sama dia kalo gue bisa tanpa dia?
Tapi gue harus bilang apa?
“Gue juga nggak tau harus gimana kalo lo nggak ada.”
“Gue nggak kemana-mana kok.”
“Ih, maksudnya gue nggak bisa kalo lo nggak ada di samping gue.”
“Gitu dong…”
“Eh?”
“Jangan bikin gue bingung. Selama ini gue bingung sama perasaan lo. Lo bilang suka sama gue, tapi lo pasrah pas ada berita gini. Gue jadi merasa nggak dibutuhin tau nggak! Harusnya lo bilang aja. Jangan malu-malu.”
“Bukan malu… gue cuma nggak suka keliatan cengeng. Apalagi di tempat umum kayak gini.”
Harry senyum sambil ngusap kepala gue, gemes. Muka gue seketika panas.

AUTHOR PoV

Tanpa sadar, ada seseorang yang merhatiin mereka. Dan dia bertekad dalam hati bakal bikin mereka berdua pisah.

[start flashback]

“Ayah.” panggil Mia.
“Apa? Gimana tadi jalan-jalan sama Harry?”
“Asik sih, tapi dia-nya jutek gitu.”
“Ooh, ayahnya bilang emang dia malu-malu gitu anaknya.”
‘Dia itu nggak mau dijodohin tau!’ tukas Mia dalam hati. Tapi dari awal dia liat Harry, dia suka. Makanya bagaimanapun caranya, dia harus buat Harry berpaling dari pacarnya.
“Ayah, pindahin aku ke sekolah Harry, dong.”
“Kenapa? Nanggung banget ‘kan kalo pindah sekarang?”
“Iya sih, tapi aku mau deket sama Harry. ‘Kan calon, masa nggak kenal.”
“Iya juga ya… ya udah deh.”

[flashback end]

“Gue harus gimana ya?” gumam Mia pada dirinya sendiri. “Ah! Gue tau…”

HARRY PoV

“Harry, pulang bareng dong! Mia nggak ada temen nih.”
Ih, apaan sih nih cewek?!
“Sorry, gue udah pulang bareng Risa. Lo juga di jemput sama supir, ‘kan?”
“Supir Mia nggak bisa jemput…” jelasnya dengan nada sok imut. Geli lo! Nyebut diri sendiri pake nama!
“Derita lo.” Jawab gue sedatar mungkin. “Udah, pulang yuk, Sa.”
Gue ninggalin dia dan pergi bareng Risa. Terserah deh dia mau gimana juga.
“Harry, dia ‘kan calon lo…” bisik Risa. Gue nggak peduli.
“Gue nggak mau punya calon manja macem dia.”
Gue kira dia bakal berhenti sampe situ, tapi bahkan sampe gue mau ngeluarin mobil dari parkiran aja dia masih ngejar gue. Gila nih, cewek!
“Harry… Mia nggak tau mau pulang naik apa…”
“Banyak angkutan umum kali, ada bis. Naik ojek juga bisa. Mau elitan? Naik taksi gih!”
“Harry, jangan gitu!”
Emosi gue memuncak gara-gara ini cewek. Sial!
“Ya udah naik!”
“Maunya di depan. Kalo di belakang Mia suka pusing…”
ASDFGHJKL BANGET INI CEWEK!
“Ya udah, gue pindah ke belakang.” ujar Risa ngalah. Aduh, yang satu maksa, yang satunya lagi kelewat baik…
Di jalan pun, dia masih aja mencoba manja-manjaan.
“Harry, kita main ke mall dulu, yuk.”
“Nggak ada, gue mau ngaterin Risa pulang.”
“Ya udah, anterin aja dulu, abis itu kita ke mall.”
Nggak ada suara di belakang.
“Risa?”
“Ya?”
“Gue kira lo tidur. Hahaha.”
“Hehe, ini juga udah ngantuk. Udah, yang fokus nyetirnya. Ntar nyium truk lagi.”
“Hahaha, iya iya…” sahut gue sambil mengedarkan senyum ke Risa lewat kaca. Wajahnya memerah, lucu.


AUTHOR PoV

Tiada hari tanpa Mia mengganggu aktivitas Harry. Terutama saat Harry lagi ngobrol penting sama Risa.
“Demi apapun kalo boleh gue bunuh, udah dari kemaren dia gue jedotin ke tembok!”
“Heh!” seru Vita.
“Apa! Lo tau nggak rasanya di buntutin? Nggak, di stalkerin lebih tepatnya.”
“Harry, lo masih sama Risa meskipun lo udah di jodohin?” tanya Dea. Untung aja Risa lagi di toilet. “Dan lo terus-terusan menjauh dari Mia.”
“Gue nggak suka sama dia.”
“Iya, gue tau… Cuma ada saatnya lho,” Harry mendengarkan kedua teman Risa dengan seksama. “Ada saatnya dimana Mia bakal ngadu ke ayahnya atau ke ayah lo.”
“Bener! Nggak akan ada seorang ayah yang suka anak gadisnya diperlakukan kayak gitu. Mereka pasti bakal nyuruh lo ninggalin Risa.”
“Cepat atau lambat pasti kayak gitu. Atau mereka bakal mencaci-maki Risa, kita nggak mau.”
Harry terdiam. Dia nggak mau Risa disakiti atau tersakiti.
“Kita tau, kita ‘kan cewek.”
“Nah, lo udah siap, Har?”
Ya, bagaimanapun dia harus ngambil keputusan.

--(to be continued)--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar